Saya
sedang sarapan seperti biasanya di kantin IKM FK UGM, saat mata saya menangkap
sosok yang membuat saya mengernyitkan dahi. Seorang mahasiswa koass datang ke
kantin IKM lengkap dengan jas dokter mudanya dan stetoskop kawan2..
S.T.E.T.O.S.K.O.P. yak, dia ke kantin bawa2 stetoskop dengan cara berjalan yang
sangat..yah begitulah.. Sontak saya dan teman2 langsung melihat dengan aneh.
Kenapa aneh? Karena koass tadi makan di kantin IKM yang jelas2 banyak praktisi
kesehatan senior makan disana, dan memang beberapa pakai jas dokter, tapi jas
DOKTER, bukan KOASS. Kalo dia memang berniat menyombongkan diri, sungguh tempat
yang sangat tidak tepat, kecuali kalo dia makan di foodcourt kopma, ya silakan
lah, tapi ini kan kantin ikm. Saya ingat benar salah seorang dokter mengatakan
bahwa jas koass itu memang harusnya hanya dipakai saat memang ada keperluan
klinis. Yah sebenarnya saya mau berkhuznudzon bahwa dia mau periksa2 dada
pasien di kantin, tapi kog kayaknya itu terlalu mengada-ada. Gagallah kami
berkhuznudzon.
Lalu
saya teringat salah seorang dokter senior yang sangat saya kagumi. Beliau sudah
sepuh, tapi masih berjalan dengan lebih tegap daripada orang lain seusianya.
Kalo Anda bertemu dengan beliau dijalan, Anda mungkin hanya akan mengira itu
seorang kakek2 biasa yang lebih suka berjalan kaki daripada naik kendaraan.
Penampilannya hampir selalu memakai hem dengan celana kain dan kadang2 ada peci
hitam dikepala. Beliau menjinjing tas kerja warna hitam sambil berjalan di
siang terik di sekitar kluster kesehatan.
Saat
beliau pertama kali mengajar dikelas kami, jujur saya takjub. Perkiraan saya
beliau berumur sekitar 80an. Suaranya sudah tidak lagi lantang, tapi dalam usia
seperti itu beliau masih mengucapkan bahasa inggris dengan sangat fasih. Beliau
selalu tersenyum saat menjelaskan. Pandangannya sangat teduh dengan peci hitam
di kepala.
Yang
ada dipikiran saya waktu itu adalah dugaan bahwa beliau memang sangat senang
mengajar. Dalam usia setua itu, gaji dosen honorer (karena sudah pensiun)
tidaklah seberapa, dan beliau pasti juga tidak dalam keadaan kekurangan
mengingat profesinya dulu sebagai dokter dan anak-anaknya juga pasti sudah
mapan. Mungkin beliau memang mengajar untuk mengisi hari-hari tuanya karena
memang menemukan kesenangan dalam memberi kuliah. Namun, yang paling saya
kagumi adalah sikapnya yang sederhana. Beliau punya semua hal untuk
dibanggakan, pendidikan yang baik, kesejahteraan, kemapanan, kesehatan yang
masih baik dalam usia tua, dsb. Tapi beliau mengingatkan kami dari sikapnya
bahwa semua itu hanyalah ‘cangkir kopi’. Kualitas hidup anda ditentukan dari
bagaimana anda menjalani hidup dalam keadaan seperti apapun anda sekarang,
bagaimanapun bentuk ‘cangkir kopi’ anda.
Well,
setiap orang memang punya passionnya sendiri untuk membuat hidupnya menjadi
lebih hidup. Bolehlah kita berbangga hati atas pencapaian prestasi. Ada yang
sekolah di luar negeri, ada yang menjadi pengusaha sukses, ada yang berhasil
lolos beasiswa, dsb. Tapi jangan lupa tentang hal-hal kecil yang memanusiakan
manusia, perbuatan maupun attitude yang baik. Kalo selama ini kita dikenal
sebagai orang yang jarang tersenyum, yuk sedikit menarik sudut bibir. Kalo
selama ini kita dikenal sebagai orang sombong, yuk sedikit membungkukkan diri
kalo jalan di depan orang yang lagi duduk. Kalo selama ini sering ngomong
sarkas, yuk kalimatnya ditata lagi. Setiap orang pasti pernah melakukan hal
yang buruk, tapi keputusan untuk berubah menjadi lebih baik itu pilihan. Trust
me. Saya orang yang sombong dan itu tidak membuat hidup saya menjadi lebih
mudah kog. Yuk sama2 berubah.. J
0 Response to "Kesederhanaan yang Semakin Langka"
Post a Comment